Makalah: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Smart Sticker untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik


PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN SMART STICKER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK




MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Model dan Evaluasi Pembelajaran Sains








OLEH:
AMALLA RIZKI PUTRI
NIM. P2A519004




PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA
PASCASARJANA UNIVERSITAS JAMBI
NOPEMBER, 2019


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Indonesia saat ini telah memasuki era Revolusi Industri 4.0 dengan ditandai kemajuan teknologi yang pesat. Dahulu orang tidak pernah berpikir membeli makanan atau berbelanja dapat dilakukan sambil berbaring dirumah, bahkan nomor telfon yang kita pakai juga dapat dijadikan sebagai nomor rekening. Perkembangan dunia abad 21 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam segala segi kehidupan. (Daryanto & Karim, 2017, h. 1)
Pendidikan juga banyak berkembang seiring perubahan zaman. Pembelajaran dewasa ini tidak hanya dilaksanakan secara konvensional tetapi juga melalui e-learning. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran tatap muka yang biasa ditemui di sekolah-sekolah umum. Sedangkan pembelajaran e-learning merupakan pembelajaran jarak jauh. Penggunaan kedua macam pembelajaran ini sering dinamakan Pembelajaran Generasi Abad 21.
Sekolah hanya menghabiskan waktu yang banyak untuk membuat peserta didik memberikan jawaban yang benar dengan cara meniru daripada mendorong mereka untuk memperluas pemikiran dengan membuat ide-ide baru sebelum membuat kesimpulan (Sapitri dkk, 2016, h. 64). Peserta didik yang terbiasa meniru ini dinamakan konsumtif karena kurang menggunakan pikirannya. Mereka hanya menghafal berulang-ulang apa yang ia lihat. Untuk memperluas pemikiran hendaknya peserta didik diarahkan untuk berpikir bagaimana memunculkan solusi, ini yang dikatakan produktif.
Pendidik berkewajiban membentuk sifat produktif peserta didik. Untuk bisa membuat mereka menjadi produktif, pendidik harus dapat memilih model pembelajaran yang cocok untuk perkembangan peserta didik. Model pembelajaran merupakan langkah yang dilakukan pada proses pembelajaran untuk memudahkan peserta didik dalam memahami konsep demi tercapainya tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu pembelajaran berbasis masalah yang berakhir dengan penemuan konsep oleh peserta didik. Pendidik memberikan suatu masalah yang manipulatif, hal ini membuat peserta didik memikirkan solusi untuk masalah yang diberikan oleh pendidik. Untuk memunculkan solusi dituntut untuk berpikir dan menalar melalui ekspolasi. Ekspolari melalui diskusi, eksperimen, maupun review literature. Setelah melakukan eksplorasi selanjutnya peserta didik akan memunculkan konsep. Untuk menghindari miss konsepsi, maka pendidik harus mendampingi proses eksplorasi dan menyimpulkan yang dilakukan oleh peserta didik serta memberikan penguatan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Smart Sticker dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Model pembelajaran berbasis penemuan dapat melatih peserta didik berpikir kritis, akan tetapi tidak banyak peserta didik yang berpartisipasi dalam pembelajaran, sehingga dibutuhkan bantuan reward untuk mengundang partisipatif peserta didik. Dalam hal ini reward yang digunakan berbentuk Smart Sticker.
Berpikir kritis merupakan salah satu dari empat keterampilan abad 21. Berpikir kritis adalah proses dan kemampuan berpikir tingkat tinggi melalui tahap-tahap tertentu untuk menghasilkan suatu informasi. Tahap-tahap tersebut diantaranya memahami, menerapkan, mensintesis, mengevaluasi dan sebagainya. Kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah dan berkolaborasi menjadi kompetensi penting dalam memasuki kehidupan abad 21 (Daryanto & Karim, 2017, h. 1-2).
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis mengambil fokus penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Smart Sticker untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik sebagai topik pembahasan makalah.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, rumusan masalah makalah ini adalah bagaimana penerapan model Discovery Learning berbantuan Smart Sticker dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik?

1.3    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan adalah menjelaskan penerapan model Discovery Learning berbantuan Smart Sticker dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Model Discovery Learning
Pemilihan model pembelajaran sangat berpengaruh besar terhadap jalannya proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran. Pendidik berperan penting dalam merencanakan proses pembelajaran. Perencanaan yang baik akan menghasilkan proses pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran yang baik juga akan menghasilkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang baik pula. Pemilihan model pembelajaran sangat berpengaruh besar terhadap jalannya proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan terencana dalam mengorganisasikan proses pembelajaran peserta didik sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif (Priansa, 2015, h. 150).
Dalam memilih model pembelajaran terdapat beberapa aspek yang harus dipertimbangkan. Tiga aspek tersebut menurut Priansa adalah outcome, content, dan process (2015, h. 151). Outcome adalah tujuan pembelajaran atau hasil yang harus dicapai setelah peserta didik melaksanakan proses pembelajaran. Content adalah bentuk dari materi, konsep, dan sumber materi yang harus dipahami peserta didik. Process adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam peoses pembelajaran. Tiga aspek tersebut menjadi acuan bagi pendidik dalam memilih model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep dan mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran Discovery Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang biasa digunakan pendidik di sekolah. Model pembelajaran ini berbasis masalah yang manipulatif. Dalam memecahkan masalah yang diberikan, peserta didik dituntut berpikir, menalar, dan menganalisis. Peserta didik juga diberi kesempatan untuk mengungkapkan ide dan pengalaman saat menyelesaikan tugas maupun dalam percobaan. Sehingga nantinya peserta didik akan dapat memunculkan suatu konsep baru. Discovery Learning adalah pembelajaran dimana pendidik memberikan suatu kebebasan pada peserta didik untuk menemukan sesuatu sendiri, sehingga mereka akan sampai pada suatu pengalaman dan membantu mengungkap ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman pada saat diberi tugas ataupun melakukan percobaan (Sapitri dkk, 2016, h. 65).
Discovery merupakan proses mental dimana peserta didik mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip (Daryanto & Karim 2017, h. 260). Proses mental yang terbentuk dalam proses pembelajaran yaitu seperti mengamati, mencerna, mengerti, menalar, menggolong-golongkan, membandingkan, membuat dugaan, menganalisis, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya.
Pendidik berkewajiban membentuk sikap produktif peserta didik. Peserta didik yang konsumtif cenderung pasif dalam pembelajaran sedangkan peserta didik yang produktif akan aktif dan menghasilkan selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, untuk membentuk sifat produktif peserta didik proses pembelajaran harus bersifat student oriented. Discovery Learning mengubah pembelajaran yang teacher oriented dimana pendidik menjadi pusat informasi menjadi student oriented peserta didik menjadi subjek aktif belajar (Daryanto & Karim, 2017, h. 261).
Pelaksanaan model pembelajaran membutuhkan prosedur dan langkah-langkah yang sistematis dan terarah agar pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Secara garis besar prosedur model pembelajaran Discovery Learning menurut Afandi dkk (2013, h. 98) adalah sebagai berikut.
1.        Simulation, pendidik bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.
2.        Problem statement, peserta didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan.
3.        Data collection, untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan.
4.        Data processing, semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semua diolah, diacak, diklasifikasikan ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
5.        Verification (pembuktian), berdasarkan hasil pengolahan dan pembuktian, hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian dicek.
6.        Generalization, berdasarkan hasil verifikasi tadi, peserta didik belajar menarik kesimpulan.
Sedangkan langkah-langkah model pembelajaran Discovery Learning menurut Afandi dkk (2013, h. 100), diantaranya:
1.        Identifikasi kebutuhan peserta didik.
2.        Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan.
3.        Seleksi bahan, problema/tugas-tugas.
4.        Membantu dan memperjelas (tugas/problema yang akan dipelajari, peranan masing-masing peserta didik).
5.        Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.
6.        Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas peserta didik.
7.        Memberi kesempatan pada peserta didik untuk melakukan penemuan.
8.        Membantu peserta didik dengan informasi/data jika diperlukan.
9.        Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.
Dari penjelasan tersebut dapat dirangkum syntak untuk model pembelajaran Discovery Learning sebagai berikut:
1.        Pendidik mengajukan permasalahan untuk pembahasan peserta didik.
2.        Peserta didik mengamati penyampaian masalah dari pendidik.
3.        Peserta didik menanyakan permasalahan.
4.        Pendidik mengarahkan peserta didik untuk melakukan eksporasi dan asosiasi.
5.        Peserta didik mengeksplorasi dan mengasosiasi hingga memunculkan hipotesis.
6.        Pendidik memberi penguatan terhadap hipotesis.
7.        Peserta didik menguji hipotesis dengan melakukan eksperimen.
8.        Peserta didik menganalisis hasil eksperimen.
9.        Peserta didik menyimpulkan hasil eksperimen.
10.    Peserta didik membandingkan hasil eksperimen terhadap teori.
11.    Peserta didik menganalisis perbandingan hasil eksperimen dan teori.
12.    Peserta didik mempresentasikan hasil.
13.    Pendidik memberi penguatan serta menyimpulkan materi pelajaran.
Model pembelajaran Discovery Learning pada umumnya sering digunakan pada pembelajaran di sekolah, karena memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan tersebut menurut Afandi dkk (2013, h. 99) antara lain:
1.        Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar aktif peserta didik.
2.        Dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan peserta didik.
3.        Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain.
4.        Dengan menggunakan strategi discovery peserta didik menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri.
5.        Peserta didik belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Kelebihan model pembelajaran Discovery Learning atau penemuan menurut Priansa (2015, h. 224) yaitu:
1.        Mampu meningkatkan peserta didik untuk memecahkan masalah (problem solving),
2.        Mampu meningkatkan motivasi,
3.        Mendorong keterlibatan keaktifan peserta didik,
4.        Peserta didik aktif dalam kegiatan belajar-mengajar,
5.        Menimbulkan rasa kepuasan batik bagi peserta didik,
6.        Peserta didik akan dapat mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks,
7.        Melatih peserta didik belajar mandiri.
Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang disebutkan dapat ditarik sebuat kesimpulan dari kelebihan model pembelajaran Discovery Learning yaitu model pembelajaran ini dapat membuat peserta didik lebih aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran serta menuntut untuk berpikir kritis.
Kekurangan model pembelajaran Discovery Learning yaitu membutuhkan waktu yang banyak. Model ini menuntut peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi sehingga dalam dalam menyimpulkan sering terjadi miss konsepsi. Sebagaimana yang diungkapkan Priansa (2015, h. 224) kekurangan model pembelajaran penemuan antara lain:
1.        Sering terjadi kesalahpahaman antara pendidik dan peserta didik,
2.        Menyita waktu banyak,
3.        Menyita pekerjaan pendidik,
4.        Tidak semua peserta didik mampu melakukan penemuan,
5.        Tidak berlaku untuk semua topik.

2.2    Penggunaan Smart Sticker
Model pembelajaran berbasis penemuan dapat melatih peserta didik berpikir kritis, akan tetapi tidak banyak peserta didik yang berpartisipasi dalam pembelajaran, sehingga dibutuhkan bantuan reward untuk mengundang partisipatif peserta didik. Dalam hal ini reward yang digunakan berbentuk Smart Sticker. Discovery Learning berbantuan Smart Sticker dapat diterapkan sebagai alternatif usaha pendidik memperbaiki pembelajaran di sekolah khususnya dalam rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Kurniati dkk, 2017, h. 117).
Berikut ini contoh bentuk dari Smart Sticker yang digunakan pendidik untuk memancing partisipatif peserta didik dalam proses pembelajaran.
Gambar 2.1 Contoh Smart Sticker
Sumber: Diadopsi dari Penelitian Afrida dkk (2015, h. 180) berjudul Keefektifan Guided Discovery Berbantuan Smart Sticker Terhadap Rasa Ingin Tahu dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII.

Dengan tingginya partisipatif peserta didik dalam pembelajaran di kelas dapat memudahkan pendidik dalam mengarah peserta didik untuk dapat berpikir kritis, karena peserta didik lebih antusias untuk mengumpulkan sticker. Dengan adanya penguatan berupa Smart Sticker peserta didik terdorong untuk bersemangat dalam proses pembelajaran dan membuat rasa ingin tahu tentang materi pembelajaran karena peserta didik tergerak untuk bersaing mengumpulkan Smart Sticker dalam pembelajaran (Afrida dkk, 2015, h. 108).

2.3    Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis adalah suatu keterampilan berpikir yang menuntut untuk menganalisis dan menalar serta merujuk berbagai informasi dalam memecahkan masalah dan menyimpulkan secara sistematis. Berpikir kritis merupakan proses mental untuk menganalisis informasi yang diperoleh. Informasi tersebut didapat melalui pengamatan, pengalaman, komunikasi, atau membaca. (Arifin, 2017, h. 95)
Berpikir kritis artinya bagaimana menjadi sulosi atas sebuah masalah melalui pemikiran sendiri bukan dari mencontoh apa yang ada. Menjelaskan aspek kemampuan berpikir kritis terdiri dari 6 indikator yaitu peserta didik mampu mengajukan pertanyaan, merevisi konsep yang salah, merencanakan strategi, membuat pernyataan, mengkritik suatu pernyataan, dan mampu mengevaluasi keputusan (Rofiah dkk, 2013, h. 21).
Fakta di lapangan, tugas yang diberikan langsung dikerjakan oleh peserta didik dan dikumpulkan tanpa membahas hasil tugas yang dikerjakan mereka dikarenakan tidak cukupnya waktu untuk membahas tugas tersebut, sehingga peserta didik tidak mengetahui apakah tugas yang dikerjakan benar atau salah. Proses pembelajaran ini membuat peserta didik menjadi pasif dan malas untuk berpikir terhadap apa yang telah dikerjakannya (Sapitri dkk, 2016, h. 64). Hal ini akan membuat tingkat partisipatif peserta didik menurun, karena tidak adanya followup terhadap hasil pekerjaan peserta didik. Sehingga tingkat berpikir peserta didik juga ikut menurun mengikuti tingkat partisipatif.
Untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik, pendidik harus dapat memilih model pembelajaran yang membuat peserta didik aktif, mengedepankan proses berpikir, dan dapat menyimpulkan sendiri konsep dalam materi. Model pembelajaran yang diharapkan akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah model yang mampu membuat peserta didik aktif dalam proses pembelajaran yang mampu mengarahkan peserta didik menemukan sendiri konsep yang akan dipelajari (Kurniati dkk, 2017, h. 111).
Model pembelajaran Discovery Learning adalah salah satu model yang student oriented atau peserta didik menjadi subjek aktif belajar, menuntut tingkat berpikir yang tinggi dan menemukan sendiri konsep dari materi. Model pembelajaran ini sangat cocok untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Model pembelajaran yang efektif sebagai salah satu upaya untuk melatih peserta didik agar memiliki keterampilan berpikir kritis yaitu dengan diterapkannya model Discovery Learning (Sapitri dkk, 2016, h.64-65).
Discovery Learning adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun dengan cara ditemukan sendiri (Daryanto & Karim, 2017, h. 260). Konsep utama model ini adalah peserta didik diberikan masalah dan nemukan sendiri solusi berupa konsep. Dalam menemukan konsep peserta didik dituntut untuk berpikir, menalar dan menganalisis. Ini menghasilkan keterampilan berpikir kritis bagi peserta didik.
Peserta didik dituntuk untuk mampu berpikir kritis dalam pembelajaran yang berlangsung di sekolah, dimana hal ini akan berdampak bagi kehidupannya sehari-hari. Jika pembelajaran biasa mengasah kemampuan berpikir kritis maka pada kehidupan sehari-hari mereka terbiasa berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis mencakup (Arifin, 2017, h. 96):
1.        Kemampuan mengidentifikasi asumsi yang diberikan.
2.        Kemampuan merumuskan pokok-pokok permasalahan.
3.        Kemampuan menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil.
4.        Kemampuan mendeteksi adanya bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda.
5.        Kemampuan mengungkap data/definisi/teorema dalam menyelesaikan masalah.
6.        Kemampuan mengevaluasi argumen yang relevan dalam penyelesaian suatu masalah.
Selain itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis peserta didik sebagai berikut (Arifin, 2017, h. 96):
1.        Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan.
2.        Mencari alasan.
3.        Berusaha mengetahui informasi dengan baik.
4.        Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5.        Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
6.        Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
7.        Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8.        Mencari alternatif.
9.        Bersikap dan berpikir terbuka.
10.    Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
11.    Mencari penjelasan sebanyak mungkin apa bila memungkinkan.
12.    Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah.

2.4    Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sapitri dkk (2016, h. 66) bejudul “Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X pada Materi Kalor” menghasilkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan kategori sedang pada rentang 0,3 ≤ g < 0,7 dengan indikator sebagai berikut: 1) indikator membuat keputusan mengalami peningkatan sebesar 0,37 dengan kategori sedang; 2) indikator membandingkan mengalami peningkatan sebesar 0,39 dengan kategori sedang; dan 3) indikator pemecahan masalah mengalami peningkatan sebesar 0,33 dengan kategori sedang. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniati dkk (2017, h. 117) berjudul “Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Smart Sticker untuk Meningkatkan Disposisi Matematik dan Kemampuan Berpikir Kritis” menghasilkan peningkatan dispisisi matematik dan kemampuan berpikir kritis ketika diterapkannya model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Smart Sticker. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Smart Sticker dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.
Penelitian yang dilakukan oleh Afrida dkk (2015, h. 108-109) berjudul “Keefektifan Guided Discovery Berbantuan Smart Sticker Terhadap Rasa Ingin Tahu dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII” menghasilkan kemampuan berpikir kritis siswa yang melaksanakan pembelajaran Guided Discovery berbantuan smart sticker lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis siswa yang melaksanakan pembelajaran ekspositori pada materi Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) kelas VII di SMP Negeri Slawi. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat penggunaan Smart Sticker meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik.

BAB III
PENUTUP

3.1    Simpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Smart Sticker dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, karena model ini menuntut peserta didik untuk berpikir kritis dan partisipatif peserta didik dipacu dengan reward berbentuk Smart Sticker.

3.2    Saran
Saran yang dapat disampaikan bagi pembaca yaitu untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik, model pembelajaran Discovery Learning berbantuan Smart Sticker adalah salah satu saran yang tepat untuk digunakan pendidik dalam proses pembelajaran.
a
DAFTAR RUJUKAN

Afandi, M., Chamalah, E., & Wardani, O. P. (2013). Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah. Semarang: Unissula Press.

Afrida, A. N., Sugiarto, & Soedjoko, E. (2015). Keefektifan Guided Discovery Berbantuan Smart Sticker Terhadap Rasa Ingin Tahu dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII. Unnes Journal of Mathematics Education, 4(2), 103-109.

Arifin, Z. (2017). Mengembangkan Instrumen Pengukur Critical Thinking Skills Siswa pada Pembelajaran Matematika Abad 21. Jurnal THEOREMS, 1(2), 92-100.

Daryanto, & Karim, S. (2017). Pembelajaran Abad 21. Yogyakarta: Gava Media.

Kurniati, I. W., Pujiastuti, E., & Kurniasih, A. W. (2017). Model pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Smart Sticker untuk Meningkatkan Disposisi Matematik dan Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 8(2), 109-118.

Priansa, D. J. (2015). Manajement Peserta Didik dan Model Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Rofiah, E., Aminah, N. S., & Ekawati, E. Y. (2013). Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika pada Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika, 1(2), 17-22.

Sapitri, U. E., Kurniawan, Y., & Sulistri, E. (2016). Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X pada Materi Kalor. Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika, 1(2), 64-66.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Landasan Teori Perubahan Wujud Zat

Contoh Proposal Pengadaan Barang

RPP Kurikulum 2013 Suhu, Kalor, dan Perpindahan Kalor